Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Alumni

Profil Alumni Ponpes Darusy Syahadah : Ust Mas’ud Izzul Mujahid

Profil  Ust Mas’ud Izzul Mujahid

( Kalau itu untuk Allah Perjuangkan Semaksimal Mungkin )

 

Muda, multitalenta. Itulah kata yang agaknya amat cocok disematkan pada tokoh alumni kita kali ini. Dialah ustadz Mas’ud Izzul Mujahid. Da’i sekaligus penulis muda asli Nusa Tenggara. Di usianya yang baru menginjak 32 tahun, beliau sudah menjadi pimred sebuah majalah Islam nasional.

Terlahir di Bima NTB  2 Oktober 1984 silam, ustadz yang bernama asli Mas’ud ini menempuh pendidikan formal dari SD, MTs hingga SMA nya di lembaga pendidikan negri di tanah kelahirannya. Lalu masuk pada tahun kedua di jenjang SMA beliau memutuskan untuk pindah sekolah di pesantren. Darusy Syahadah itulah nama tempat yang dipilihnya.

Masuk di Darusy Syahadah di angkatan ke 7 unit KMI (Kuliyyatul Mu’allimin Al Islamiyah) tahun 2000. Dan beliau lulus pada tahun 2004. Tak lama setelah kelulusan, pemilik banyak tropi lomba karya tulis ini ditugaskan di tempat beliau diluluskan. Darusy syahadah.

Satu setengah tahun ustadz Mas’ud menjadi pengajar wiyata bakti di pesantren sendiri. Selepas selesai masa tugas tersebut beliau memilih untuk kembali belajar. Menambah bekal dengan status mahasiswa. “Ya.. Saya ketika itu langsung masuk di ma’had Aly An Nur, Weru, Sukoharjo. Ketika itu saya masuk angkatan ke empat. Jadi sempat menikmati perpindahan kampus dari Gading, Solo ke Sukoharjo.”terangnya.

Di An Nur-lah bakat menulis yang sudah beliau miliki sejak MTs kembali terasah. Diklat-diklat kepenulisan yang sering diadakan di sana dimanfaatkannya dengan baik. Hasilnya sejak masih berstatus sebagai mahasiswa, artikel beliau sudah sering dimuat di berbagai majalah Islam. Terutama di majalah An najah. Majalah yang beliau pimpin sekarang.

Hingga sekarang, di sela-sela jadwal beliau sebagai da’i, pimred sekaligus pimpinan perusahaan An Najah pemilik nama pena Akrom syahid ini bisa rutin menelurkan 4-5 artikel setiap bulannya.  “Kalo sekarang saya fokus nulis di An Najah saja.” jawab beliau ketika kami tanya tentang persebaran semua artikel tadi.

Diakuinya tugas sebagai pimpinan perusahaan yang merangkup pimpinan redaksi cukup berat. Karena selain harus menyetir seluruh isi majalah tiap edisi yang itu berarti tiap bulannya, Ayah satu anak ini juga harus memikirkan progress majalah ke depannya. “Yaa karena pimred itu mengurus bagaimana agar isi dari majalah tersebut menarik. Kalau pimpinan perusahaan yaa mikirnya progress perkembangan perusahaan ke depannya”.

Tentu ada problem problem tersendiri bagi ustadz Mas’ud dengan dua jabatan tinggi sekaligus di An Najah. Termasuk dicantaranya beberapa tayangan berita yang menayangkan densus 88 menjadikan majalah yang beliau kelola tersebut sebagai barang bukti dari tersangka terorisme. “Kalau seandainya majalah ini menyebabkan tindak terorisme.  Maka tentu bukan satu dua pembaca saja yang jadi teroris. Tapi ribuan. Karena oplah bulanan An Najah hampir 10.000 ex. ” ujar beliau menanggapi.

Menjabat pimpinan redaksi sejak 2011, pemilik motto “Kalau itu untuk Alloh, perjuangkan semaksimal mungkin” ini juga tercatat sebagai da’i kampus. “Itu dulu perintisannya dari anak-anak SMA yang kita bina ketika masih di ma’had Aly An Nur“. Tukasnya. Disamping itu pembina dakwah kampus di UNS dan UMS sejak 2007 ini juga aktif sebagai staff di Dewan Syari’ah Kota Surakarta (DSKS) dan Majelis Intelek dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Beliau mengakui bahwa waktu sehari hari beliau habis untuk menulis, dan berdakwah di berbagai wadah yang beliau ikuti. Bahkan dalam satu kesempatan ustadz dengan pembawaan supel ini pernah diberangkatkan ke suriah. Sebagai penerjemah di tim relawan kemanusiaan HASI yang ke 4. Selama satu bulan pada 2013 silam.

Pendidikan di Darusy Syahadah yang berbasis pada keikhlasan dan kesederhanaan dari pengurus dan ustadz-ustadznya beliau akui amat membekas pada karakter pribadi beliau. Sehingga bisa membekali dalam beratnya beban iqamatuddin. Contoh-contoh sikap wara’ khas para salaf yang dulu beliau jumpai tak lupa beliau ceritakan dalam jumpa singkat kami.

Terakhir sebagai alumni.. Tak lupa beliau berpesan “Para santri harus sadar. Bahwa menuntut ilmu itu termasuk iqamatuddin. Maka butuh keikhlasan dan kesabaran.” Lalu beliau pesankan juga bagi pengurus untuk menjaga keikhlasan dan kesederhanaan. Karena dari keduanyalah keberhasilan suatu pendidikan bisa diraih.” Selain itu, menurut beliau, inti dari pendidikan islam adalah transfer ilmu dan Adab.

Demikian artikel profil alumni kita yang share di website majalah taujih ini (edited by : hafidz)

 

Related Articles

Check Also
Close
Back to top button