Hukum Perceraian Dalam Islam
Pertanyaan:
Bagaimana definisi perceraian menurut Allah dan Rasul-Nya? Saya pernah mendengar bahwa Allah membeci tentang perceraian, tapi bagaimana degan takdir yang menentukan sebuah hubungan harus melakukukan perceraian?
yang kedua apabila suami telah mentalak istri dengan berkata cerai, apakah itu sudah sah di dalam agama terhdap perceraian itu sendiri?
Jawaban:
Alhamdulillah, shalawat dan semoga selalu tercurah pada baginda Nabi Muhammad saw, keluarga serta seluruh para sahabatnya.
Pertama, dalam istilah agama talak/cerai berarti melepaskan ikatan perkawinan atau bubarnya hubungan perkawinan dengan lafal cerai, talak atau semisalnya.
Hukum Bercerai
Tentang hukum cerai maka bisa berbeda2 sesuai keadaannya,
-
1. Mubah
Talak dihukumi mubah jika memang dibutuhkan, seperti: istri memiliki perangai yang buruk, suami istri sudah tidak ingin hidup bersama, atau tidak tercapainya maslahat (kebahagiaan) selama hidup bersamanya.
-
2. Makruh
Yaitu jika tidak ada kebutuhan/tidak memiliki alasan, seperti: rumah tangganya sudah berjalan dengan baik, tidak ada problema yang berarti, dll. Sebagaimana sabda Nabi:
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى الطَّلاَقُ
“Perkara halal yang paling dibenci oleh Allah adalah talak”. (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
-
3. Mustahab/sunnah.
Yaitu apabila mudharat akan menimpa istri jika suami tetap menahannya dan tidak menalaknya, disunnahkan bagi suami untuk menalak istrinya agar tidak terjadi lagi mudharat pada istrinya. Hal itu dikarenakan maslahat pernikahan yang ada pada rumah tangganya tidak bisa terwujud dengan baik.
-
4. Wajib
Yaitu ketika agama istri sudah rusak dan suami tidak mampu lagi untuk memperbaikinya. Misalnya: istri berzina atau istri meninggalkan shalat wajib, puasa, dan yang lainnya dari hak-hak Allah.
-
5. Haram
Yaitu talak yang dijatuhkan suami di saat istrinya dalam keadaan haid, nifas, atau suci yang telah digauli oleh suaminya (dan belum ada tanda-tanda kehamilan).
Jadi jika memang ada alasan yang menuntut perpisahan setelah dilakukan upaya islah/ perdamaian tapi tidak menemukan titik temu sedangkan keduanya tidak mungkin hidup bersama maka cerai adalah cara yang halal dan tidak dibenci Allah.
Adapun dengan takdir maka tidak ada masalah, sebab semua yang terjadi telah ditentukan takdirnya oleh Allah 50.000 tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Kita hanya menjalankannya, meskipun kita memiliki kemampuan dalam memilih melakukan yang baik dan yang buruk.
Kedua, jika seorang suami telah mengucapkan kata cerai dalam keadaan sadar (tidak mabuk, tidak tidur, tidak dipaksa) dan bukan pada waktu yang terlarang (saat haid atau suci setelah digauli) maka telah jatuh talak yang sah secara agama, dan jika suami tidak rujuk sampai selesai masa iddah maka statusnya bukan menjadi istrinya lagi, meskipun belum terproses di pengadilan agama. Perhitungan masa iddah (3 Kali masa haid) dimulai sejak jatuhnya talak bukan sejak proses pengadilan.
Wallahu a’lam bishshawab.
Artikel ini bagian dari rubrik tanya jawab di majalah taujih, jika para pembaca sekalian ingin mengajukan pertanyaan bisa mengajukannya di laman dibawah ini.
Ajukan pertanyaan ke majalah taujih
Website : www.majalahtaujih.com
Kontak Kami : https://www.majalahtaujih.com/kontak-kami/
Tentang Kami : https://www.majalahtaujih.com/tentang-kami/