Ja’far bin Durustuwaih
(Terdepan dalam menghadiri majlis ilmu)
Oleh: Ahsanul Huda
Sudah menjadi kewajiban bagi seorang muslim dan juga muslimah untuk mempelajari dan menambah pemahaman ilmu agamanya, supaya dia bisa mengerti bagaimana tata-cara beribadah kepada Rabbnya.
Dalam sebagian kesempatan, Syaikh Abdul Aziz bin Baz ra menjelaskan : “Salah satu perkara yang telah diketahui secara luas oleh segenap kaum muslimin dan juga oleh para ulama secara khusus ialah bahwasanya menambah pemahaman dalam ilmu agama serta menimba ilmu syar’i merupakan salah satu kewajiban yang paling penting, bahkan ia termasuk kewajiban yang paling utama untuk bisa beribadah kepada Allah swt, dimana Allah telah ciptakan makhluk untuk beribadah kepada-Nya serta mengutus segenap rasul dengan misi ini, dan Allah perintahkan semua hamba untuk merealisasikannya”.
Memang menuntut ilmu itu sulitdisebabkan besarnya pengorbanan baik harta,tenaga dan pikiran kita. Bahkan ilmu tidak akan mungkindiraih tanpa didiringi kesabaran terhadap segalarintangannya, selain seseorang harusmencurahkan jiwa dan raga untukmendapatkannya. Oleh karenanya Yahya bin Katsir mengingatkan kepada kita dalam perkataannya yang monumental;
لاَيُسْتَطَعُ اْلعِلْمُ بِرَاحَةِ اْلجَسْمِ
“Ilmu tidak akan bisa diraih dengan banyak mengistirahatkan badan”
Maksud beliau ra dengan ungkapan ini ialah sebagai catatan yang harus di ingat bahwa untuk menggali ilmu dan mendalami agama itu sangat diperlukan kesabaran dan keteguhan.
Oleh karena itu barangsiapa yang menafkahkanmasa mudanya untuk mencari ilmu, maka ketikatua ia akan kagum dengan hasil panennya danmerasa nikmat ketika menuliskan apa yangdilkumpulkannya selama ini; seakan-akan iatidak merasakan hilangnya kenyamanansedikitpun bagi tubuhnya tatkala melihatkenikmatan dari ilmu yang diraihnya. Ada seseorang yang bertanya kepada Imam Ahmad’“Kapan saatnya untuk bersantai?” maka jawabbeliau, “Ketika sebelah kaki kita berhasilmenginjak jannah!”
Para ulama salaf kita adalah orang-orang yangsangat bersemangat dalam mendatangipengajian. Mereka berlomba-lomba menjadiorang yang pertama kali mendatangi majelisilmu dan tidak ingin terlambat sedetik pun. Diantara mereka bahkan rela menunggu sehari sebelumnya agar tidak terlambat dalammenuntut ilmu.
Ja’far bin Durustuwaih ra bercerita :“Kami mengambil tempat duduk karena terlalupadat disebuah majelis kajian Ali bin Al-Madinira pada waktu Ashar untuk kajianesoknya. Kami menempatinya sepanjang malam,karena khawatir esoknya tidak mendapatkantempat untuk mendengarkan kajian nya, karenapenuh sesaknya manusia. Bahkan pada saat itu saya melihat seorangyang sudah tua di majelis tersebut, kencing dijubahnya, karena khawatir tempat duduknyadiambil apabila ia berdiri untuk kencing.”
Yang perlu menjadi catatan adalah bahwatempat belajar pada waktu itu bukanlah dimasjid karena tidak akan cukup. Akan tetapi, disebuah lapangan luas yang dapat menampungbanyak orang. Oleh karena itu, merekaberlomba-lomba untuk menjadi yang terdepan supaya dapat mendengarkan pengajian denganjelas.
Lihatlah, bagaimanakah semangat para salaf untuk menjadi yang paling awal mendatangi tempat pengajian. Namun sayangnya, pada masa sekarang ini, semangat seperti ini mulai memudar. Terkadang sering kita jumpai, di antara kita ada yang sengaja untuk tidak segera mendatangi kajian dan lebih memilih untuk agak terlambat meskipun tidak mendapatkan tempat di depan. Bahkan dia merasa lebih berbahagia ketika mendapatkan tempat di belakang dan agak jauh dari ustadz yang mengisi pengajian. Sebagian lagi sengaja menunda kedatangan supaya tidak terlalu lama menunggu ustadz. Dia berharap ketika dia datang pengajian langsung dimulai tanpa harus menunggu terlalu lama.
Ironisnya, terkadang justru ustadz yang menunggu santrinya. Ketika ustadz sudah datang tepat waktu, baru satu atau dua peserta pengajian yang kelihatan, sehingga ustadz harus bertanya, ” Mana yang lain?” Sungguh pertanyaan yang membuat kita mengelus dada. Padahal banyak hal yang bisa kita lakukan sambil menunggu kedatangan ustadz. Kita bisa mengulang pelajaran pada pertemuan yang telah lewat. Kita bisa mempersiapkan diri membaca pelajaran terlebih dahulu, sehingga ketika ustadz menerangkan kita bisa lebih mudah untuk memahami materi atau pelajaran yang disampaikan. Kita pun bisa berdiskusi denganteman-teman kita tentang masalah-masalah ilmiyyah yang muncul dalam benak kita sehingga kita pun bisa mendapatkan banyak faidah darinya. Semoga kita bisa mengambil teladan dari kisah ulama di atas
Sumber bacaan: Al-Jami’ li Akhlaqir Rawi wa Adabis Sami’ karangan Khatib Al-Baghdadi