Jannah Theme License is not validated, Go to the theme options page to validate the license, You need a single license for each domain name.
Tanya Jawab

Apa Hukum Mengambil Buah yang Jatuh dari Pohon?

Rubrik ini adalah rubrik tanya jawab dari pertanyaan yang diajukan oleh pembaca majalah taujih kepada redaksi team taujih. Setiap pertanyaan yang diajukan kepada kami akan kami jawab dan akan kami posting di website majalahtaujih.com ini

Bagi para pembaca budiman yang sedang memiliki pertanyaan seputar keagamaan silahkan diajukan kepada kami dengan mengirim via link ini Ajukan pertanyaan ke majalah taujih

Bagaimanakah hukum memungut atau mengambil buah milik orang lain yang jatuh dari pohonnya?

 

Jawaban:

Alhamdulillah, segala puji hanya untuk Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada Rasulullah SAW beserta keluarga, sahabat dan orang-orang yang setia meniti jalan mereka dengan baik hingga hari kiamat.

Mengambil harta milik orang lain tanpa seizin pemiliknya atau bukan dalam kondisi darurat adalah haram, sebab hukum asal harta milik orang lain adalah haram. Allah berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ لَا تَأۡكُلُوٓاْ أَمۡوَٰلَكُم بَيۡنَكُم بِٱلۡبَٰطِلِ إِلَّآ أَن تَكُونَ تِجَٰرَةً عَن تَرَاضٖ مِّنكُمۡۚ …. ٢٩

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….” (An Nisaa’: 29)

Diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib RA, Rasulullah SAW bersabda:

لاَ يَحِلُّ مَالُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ إِلاَّ بِطِيبِ نَفْسِهِ

“Tidak halal harta seorang muslim kecuali dengan kerelaan darinya.” (HR. Abu Dawud, Shahihul Jami’ no. 7662).

Adapun berkaitan dengan pertanyaan Anda, apabila kita tahu dan yakin bahwa pemiliknya tidak mempedulikan lagi, atau diketahui bahwa pemiliknya rela, atau sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat bahwa jika ada buah jatuh dari pohon boleh diambil, maka hukum mengambil buah tersebut adalah halal.

Hal ini sebagaimana telah disebutkan dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj berikut;

ﻭَﻳَﺤْﺮُﻡُ ﺃَﺧْﺬُ ﺛَﻤَﺮٍ ﻣُﺘَﺴَﺎﻗِﻂٍ ﺇﻥْ ﺣُﻮِّﻁَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻘَﻂَ ﺩَﺍﺧِﻞَ ﺍﻟْﺠِﺪَﺍﺭِ ﻭَﻛَﺬَﺍ ﺇِﻥْ ﻟَﻢْ ﻳُﺤَﻮَّﻁْ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺃَﻭْ ﺳَﻘَﻂَ ﺧَﺎﺭِﺟَﻪُ ﻟَﻜِﻦْ ﻟَﻢْ ﺗُﻌْﺘَﺪِ ﺍﻟْﻤُﺴَﺎﻣَﺤَﺔُ ﺑِﺄَﺧْﺬِﻩِ ﻭَﻓِﻲ ﺍﻟْﻤَﺠْﻤُﻮْﻉِ ﻣَﺎ ﺳَﻘَﻂَ ﺧَﺎﺭِﺝَ ﺍﻟْﺠِﺪَﺍﺭِ ﺇﻥْ ﻟَﻢْ ﺗُﻌْﺘَﺪْ ﺇِﺑَﺎﺣَﺘُﻪُ ﺣَﺮُﻡَ ﻭَﺇِﻥِ ﺍﻋْﺘِﻴﺪَﺕْ ﺣَﻞَّ

“Dan haram memungut buah-buahan yang telah jatuh bila pohonnya dipagari dan jatuh di dalam tembok pagar. Atau dalam tembok pagar hanya saja tidak ada kebiasaan masyarakat dalam kebolehan mengambilnya. Dalam kitab Al Majmu’ disebutkan bahwa benda yang jatuh di luar tembok pagar bila tidak umum kebolehan di masyarakat maka haram memungutnya. Namun jika umum kebolehan mengambilnya, maka hukum nya halal.”

Dalam kitab Asnal Mathalib juga disebutkan sebagai berikut,

ﻓَﻠَﻮْ ﺟَﺮَﺕِ ﺍﻟْﻌَﺎﺩَﺓُ ﺑِﺄَﻛْﻞِ ﻣَﺎ ﺗَﺴَﺎﻗَﻂَ ﻣِﻨْﻬَﺎ ﺟَﺎﺯَ ﺇِﺟْﺮَﺍﺀً ﻟَﻬَﺎ ﻣَﺠْﺮَﻯ ﺍْﻹِﺑَﺎﺣَﺔِ ﻟِﺤُﺼُﻮْﻝِ ﺍﻟﻈَّﻦِّ ﺑِﻬَﺎ

“Jika sudah biasa dengan memakan buah yang jatuh dari pohon, maka boleh (diambil dan dimakan) karena sudah berlaku hukum ibahah atau kebolehan karena sudah ada dugaan (kerelaan dari pemilikinya) dari buah yang jatuh tersebut.

Kita juga perlu jeli, sebab tidak semua buah-buahan hukumnya sama, buah yang sifatnya remeh dan tidak memiliki nilai jual yang tinggi ( seperti rambutan, jambu, mangga dll ) biasanya masyarakat tidak mempermasalahkan apabila diambil. Beda halnya apabila buah itu memiliki nilai jual yang tinggi (seperti kelapa, durian dll) biasanya sang pemilik pohon tidak rela apabila buah yang jatuh diambil orang.

Namun sebaliknya apabila kita tahu dan yakin bahwa pemiliknya tidak rela, atau dalam masyarakat tidak ada kebiasaan mengambil buah yang jatuh, atau buah yang jatuh masih di area dalam pagar pohon tersebut, maka tidak boleh mengambil buah tersebut.

Termasuk dalam hukum ini adalah bolehnya mengambil dan memanfaatkan tumbuhan atau pohon buah yang ditelantarkan oleh pemiliknya dalam jangka waktu yang lama. Di mana pohon atau tanaman itu tumbuh liar dan tidak diurus pemiliknya sehingga tidak termanfaatkan bahkan sampai busuk. Sebab apabila ia dibiarkan saja akan rusak atau dimakan binatang liar, dan itu termasuk idho’atul mal (menyia-nyiakan harta). Meskipun dengan meminta izin ( seandainya diketahui alamat atau teleponnya) itu lebih baik. Wallahu a’lam bishshawab.

Diedit dan dipublish oleh Hafidzbey

 

 

 

 

 

Related Articles

Back to top button